Tulisan
ini ditujukan untuk para ibu muda dan para calon ibu. Semoga
bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk kita semua.
Pentingnya
pendidikan untuk anak usia dini sudah banyak disadari oleh orang tua.
Tak heran jika banyak orang tua rela mengeluarkan uang yang tidak
sedikit untuk memasukkan anak balita/batitanya ke sekolah yang bahkan
lebih mahal biayanya dibanding biaya SD yang saat ini sedang menjamur
dimana-mana, preschool dan sejenisnya.
Memang,
pentingnya pendidikan sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mengingat
pendidikan memegang peran penting dalam pembentukan karakter anak,
terutama sejak usia dini. Di sekolah anak akan belajar banyak hal,
seperti kemandirian, kreativitas, bersosialisasi dengan orang lain,
percaya diri, dan bahkan spiritual.
Kemandirian,
Di
sekolah anak dibimbing untuk menyelesaikan masalahnya sendiri (tanpa
orang tua) dan belajar untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri,
seperti menempel, mewarnai, makan, minum dan pekerjaan lain yang
dapat dikerjakan sendiri tanpa bantuan baby sitter dan hanya dibantu
oleh guru seperlunya.
Kreativitas
Di
sekolah anak diajarkan mengenai cara menggambar, mewarnai, bernyanyi,
menari, bercerita dan membuat karya sendiri, sehingga ia terbiasa
untuk mengasah otaknya untuk membuat seni yang kreatif.
Bersosialisai
dengan orang lain,
di
sekolah anak akan bertemu dengan banyak orang, hal ini penting untuk
membiasakannya bersosialisasi, berbagi dan bermain bersama anak yang
lain, anak belajar untuk bergembira bersama orang lain. Ada
teman-teman yang sebaya, ada yang usiaya lebih tua dan juga lebih
muda, mereka akan belajar bagaimana menyayangi dan menghormati orang
lain.
Percaya
diri
Di
sekolah anak juga belajar bagaimana ia menceritakan pengalaman dengan
orang lain dengan percaya diri di depan kelas, juga bisa belajar
tampil di depan umum seperti bernyanyi, menari, atau fashion show di
depan umum.
Spiritual
usia
anak yang masih dini memudahkan mereka menyerap segala sesuatu dari
luar. Ia belum mengetahui hal baik atau buruk. Semua tergantung dari
lingkungannya. Sehingga sangat penting untuk anak diberikan
pendidikan spiritual seperti pendidikan agama, misalnya belajar
menghafal doa-doa harian, surat-surat dalam kitab suci, atau
pengetahuan dasar agama lainnya.
Peran
Sekolah vs Peran Orang Tua
Pembentukan
kepribadian anak memang dapat dilakukan di sekolah. Namun, peran
orang tua terhadap kepribadian anak jauh lebih besar dibandingkan
sekolah. Di sekolah, anak hanya mendapat pendidikan 2-3 jam,
sedangkan sisanya berada di luar sekolah. Oleh karena itu, orang tua
sangatlah mempunyai peran yang besar dalam mendidik anak. Namun,
kenyataannya, saat ini sangat banyak orang tua yang terlalu sibuk
dengan urusan karir mereka sehingga 'melempar' tanggung jawab
mendidik anaknya ke sekolah, sehingga ia berani membayar mahal untuk
membayar orang lain mendidik anaknya.
Memang,
tuntutan biaya hidup yang saat ini sangat besar menuntut kedua orang
tua bekerja di luar. Bahkan, peran seorang ibu yang paling penting
pun serasa terabaikan. Banyak orang yang menganggap jika peran ibu
rumah tangga sangat sepele sehingga dapat digantikan oleh pembantu
rumah tangga atau orang lain.
Saya
mempunyai beberapa pengalaman dari pengamatan saya (sebagai guru
preschool) tentang pentingnya peran seorang ibu terhadap keperibadian
anak:
Ada
anak laki-laki berusia kurang lebih, 3 tahun. Ia terlahir di keluarga
yang sangat mampu (kelas menengah ke atas). Orangtua anak itu saya
yakin adalah orang yang berpendidikan tinggi sehingga mereka sadar
akan pentingnya pendidikan bahkan sejak dini. Kedua orangtuanya
bekerja di kantor. Ia dirawat oleh seorang baby sitter. Karakter anak
ini adalah peniru yang ulung. Sehingga apapun yang orang lain lakukan
ia akan mudah menirunya. Suatu ketika saya mendapati anak ini
berbicara kasar jika sedang kesal. Kasar, sangat kasar. Sehingga saya
sangat kaget. Apakah anak ini tahu bahwa kata-katanya kasar dan tidak
pantas? Tidak, dia belum tahu apa-apa, ia hanya meniru. Meniru dari
mana? Setelah saya perhatikan, ternyata ia bergaul dengan seorang
anak yang kurang sopan dalam berbicara. Saya rasa memang pengawasan
dari orangtuanya masih kurang.
Ada
juga, seorang anak laki-laki usianya 5th, ia di asuh oleh ibunya
sendiri, ibunya seorang ibu rumah tangga, dan mendidiknya dengan
tidak lembut jika ia melakukan kesalahan. Tidak jarang ibunya
mengomelinya di sekolah bahkan di depan gurunya. Ibu itu masih
mengira kalau cara mendidiknya itu bagian dari pendisiplinan dan
tidak salah. Saya mengajak anak itu bicara dan menanyakan apakah di
rumah sering dimarahi oleh ibu? Anak itu menangguk, dan berkata:
“bunda jahat, bundanya jahat sering ngomelin aku.” saya kaget
mendengarnya. Saya tidak menyangka jika anaknya ternyata berfikiran
seperti itu. Mau dibilang itu demi disiplin anak, tetap saja anak
kenalnya baik dan jahat seperti yang ada pada buku cerita dan film
yang ia tonton. Maukah kita dikenang anak sebagai bundanya yang
jahat?
Masih
banyak kasus lain, seperti saat orang tua bekerja, ternyata anaknya
diajak untuk mengemis oleh pengasuhnya. Ada juga yang diajak memulung
sampah. Itu yang ketahuan, bagaimana yang tidak ketahuan? Ayah
Bundanya banting tulang kerja keras di luar demi membeli susu, tapi
di rumah ternyata anak terbengkalai? Lalu apa gunanya kerja keras itu
sendiri? Dapatkan uang yang sudah susah payah dikumpulkan itu
digunakan untuk mengulang sesuatu yang sudah terjadi?
Seorang
anak, menyimpan banyak memori di kepalanya. Semua pengalamannya
disimpan dengan baik dikepalanya hingga ia besar nanti. Ia akan ingat
siapa-siapa orang yang berperan dalam hidupnya. Ia akan ingat siapa
yang mengajarkannya menggambar, membaca, menari, mewarnai, makan,
berdoa, dan hal-hal lainnya. Ia ingat dan selalu mengenang di dalam
hatinya. Termasuk, siapa saja yang memarahi dia, yang memukul,
mencubit, bahkan memelototi dia. Dia melabel siapapun yang menyentuh
kehidupannya hingga besar nanti.
Ibu,
seharusnya ialah orang yang paling anak sayangi karena darinya ia
belajar bagaimana menyayangi tanpa pamrih. Ia belajar bagaimana
mudahnya memaafkan kesalahan orang lain. Walaupun ia sering menyakiti
ibu, namun ibu dapat melupakan kesalahannya dan tetap memanjakannya
lagi. Ibu, yang membelanya jika dimarahi ayah. Ibu, tempat mengadu
segala kejadian tanpa takut dihakimi bahwa si anak salah. Ibu, yang
memberikan penjelasan mengapa ini boleh dilakukan mengapa tidak
boleh. Semua kenangan indah ada pada ibu. Lalu, bagaimana jika justru
ibu yang memaki dan memarahi jika ia melakukan kesalahan? Bagaimana
jika justru ibu yang terus menyalahkan perilakunya tanpa penjelasan
pemahaman yang baik? Bagaimana jika tempat mengadu itu ternyata tidak
ada dan sangat sibuk dengan karirnya di luar yang katanya demi
membeli susu anak? Terbayangkah anda jika ternyata hanya kenangan
buruk yang terngiang dikepala si anak? Apakah anda pernah mendengar:
Ibu, aku lebih baik tidak minum susu, yang penting ibu tidak pergi?
Mengapa mereka berkata seperti itu? Karena ia butuh sosok yang lembut
yang dengannya ia merasa aman dan selalu terlindungi. Jangankan
anak kecil, sudah usia dewasa pun kita masih ingin bermanja dengan
ibu kita, bukan?
Ibu,
seharusnya adalah sumber inspirasi terbesar seorang anak. Bagaimana
jika seorang anak lebih dekat dengan neneknya atau bahkan dengan
pembantunya. Bagaimana jika ia lebih percaya pembantunya dibanding
dengan ibunya? Pernahkah kita memikirkannya? Semoga para ibu (dan
juga calon ibu) mau untuk berfikir lagi dan mendengarkan kata hatinya
lagi bahwa dirinya sangat penting untuk selalu disisi anak sebagai
penanaman karakter dan pemahaman anak terhadap kehidupan ini yang ia
tidak tahu sampai kapan ia dapat bersama putra/putrinya itu. Bukankah
manis sekali jika semua moment penting anak, disaksikan juga oleh
ibu?
Bagaimana
dengan karir dan pendidikan yang sudah susah payah dibangun selama
ini harus ditinggalkan begitu saja? Apakah kebersamaan dan kedekatan
dengan anak serta pengalaman-pengalaman bersama anak bisa dibeli
dengan uang? Uang tak terasa sudah menumpuk, karir sudah melesat
jauh, usia kian bertambah, dan anak pun membesar, jika tak ada
pengalaman yang mengesankan dan mendalam untuk anak, untuk apa semua
itu? Sekali lagi, peran ibu sangat amat penting untuk pertumbuhan
kepribadian anak.
Mau
kan Anda sebagai ibu adalah kata pertama yang disebut anak dalam
doanya?
Mau
kan Anda sebagai ibu adalah sosok yang pertama dicari anak ketika
bangun tidur dan sebelum tidur?
Kesimpulannya adalah, jangan sampai seorang ibu memberikan pendidikan yang salah kepada anak, jangan sampai anak dididik oleh orang yang salah juga, misalnya oleh pengasuh yang salah, kalaupun terpaksa harus menitipkan anak ke orang lain, pilihlah orang yang benar-benar tepat karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kepribadian anak yang berpengaruh pula pada masa depannya.
Abdullah bin Abbas Ra. Menyampaikan bahwa Rasulullah saw. Berkata , “Sayangi-lah anak-anak-mu dan berilah mereka pendidikkan yang pantas “. ( HR. Ibnu Majah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Write down your comment here / Tulis Komentar disini