T. Raka Joni (1984) memberikan beberapa acuan untuk dapat memahami strategi pembelajaran. Ia menyusunnya atas pengaturan berbagai cara berinteraksi antara guru dengan siswa, bagaimana membangun struktur proses pembelajaran, dan mengefektifkan peranan guru-siswa dalam mengeksplorasi sumber belajar. Untuk itu, variasi berbagai metode wajib dikuasai oleh guru. Sekaligus, guru dituntut dapat menggunakannya secara tepat. Guru harus mahir dalam memilih metode yang sesuai, baik metode untuk tujuan pembelajaran secara individual, maupun secara kelompok.
Diungkapkan oleh Dr. Djoko Saryono MPd (2001), bahwa untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, falsafah dan metodologi pembelajaran harus senantiasa dimutakhirkan, diperbaharui, dan dikembangkan, agar selaras dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di berbagai bidang yang lain. Penerapannya di ruang-ruang kelas menuntut perubahan pada persepsi dan paradigma para guru, yang harus berdampak pada inovasi model dan strategi pembelajaran yang dilaksanakan.
Dengan kaca mata Bloom (1956) yang membagi ranah kognitif menjadi enam jenjang: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation, tes pilihan ganda versi Ujian Nasional dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru yang selama ini digunakan secara luas itu hanya mengukur daya serap, atau jenjang kemampuan berpikir tingkat rendah, yakni knowledge dan comprehension. Jenis tes seperti itu nyaris tak mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher-order of thinking) yang dicirikan oleh kemampuan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi pengetahuan.
Menurut Waras Kamdi (2006), karena instrumen tes yang umum digunakan di sekolah kita tendensius mengukur daya serap, atau akumulasi fakta atau informasi (knowledge and comprehension), maka pembelajaran pun akan dipandang efektif jika bermuara pada perolehan pengetahuan atau informasi. Pembelajaran yang demikian ini sesungguhnya hanya menggarap zona belajar berpikir tingkat rendah; sedangkan aras belajar aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi pengetahuan sebagai zona belajar berpikir tingkat tinggi menjadi terlantarkan, terabaikan, dan tidak terurus oleh kegiatan pembelajaran.
Semua guru dan calon guru tahu itu. Tapi tak berdaya menolak Ujian Nasional 2009. Mengapa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Write down your comment here / Tulis Komentar disini