18 Mei 2009

Anggaran Naik, Biaya Tetap


Anggaran Juga Didistribusikan ke Departemen Lain

Kenaikan anggaran pendidikan tahun 2009 belum dapat membebaskan biaya sekolah sepenuhnya untuk jenjang pendidikan dasar. Pemerintah daerah sendiri masih sulit diharapkan untuk berkomitmen menyediakan anggaran pendidikan yang memadai.

Anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P sekaligus Panitia Anggaran DPR, Wayan Koster, mengatakan, Rabu (8/10), meski naik, anggaran yang ada belum memadai, masih sulit melaksanakan pendidikan dasar gratis. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 saat ini masih dibahas pemerintah dan DPR.

Sebagai gambaran, satuan biaya pendidikan jenjang sekolah dasar (SD) per siswa per tahun setidaknya Rp 1,2 juta, sedangkan level SMP Rp 1,8 juta. Jumlah siswa SD 27.130.955 anak dan SMP sebanyak 9.465.822 orang. Untuk bebas biaya bagi seluruh murid dibutuhkan setidaknya Rp 49,5 triliun per tahun. Itu baru biaya operasional dan rutin saja. Semakin berkualitas pendidikan, satuan biayanya membesar.

Jumlah masih kecil

Usulan anggaran untuk wajib belajar tahun 2009 masih jauh dari angka itu walau sudah naik. ”Berdasarkan usulan Departemen Pendidikan Nasional, anggaran wajib belajar tahun 2009 sekitar Rp 37,7 triliun, 49,8 persen dari anggaran departemen itu,” ujar Koster. Setelah penambahan tersebut, pagu Depdiknas menjadi sekitar Rp 75 triliun—tambahan Rp 21,9 triliun.

Pemerintah mengusulkan kenaikan bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 300.000 per tahun per siswa SD dan Rp 420.000 per tahun untuk SMP. DPR mengusulkan lebih tinggi. Tahun 2008, BOS per siswa SD Rp 254.000 per tahun dan Rp 354.000 per tahun/siswa SMP.

Ke departemen lain

Rancangan anggaran fungsi pendidikan pengalokasiannya tidak hanya ke Depdiknas. Anggaran juga ke Departemen Agama Rp 10,91 triliun, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) Rp 9,29 triliun, dan kementerian lain pengelola pendidikan Rp 4,01 triliun.

Pemda sendiri masih sulit diharapkan mendongkrak besaran anggaran pendidikan. Apalagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di sejumlah daerah sebagian besar dari APBN, baik DAU, DAK, dan dana bagi hasil.

”Sebagai contoh, di Kabupaten Buleleng, APBD-nya sekitar Rp 600 miliar tahun ini. Tetapi, hanya Rp 40 miliar dari pendapatan asli daerah (PAD). Kalau menyisihkan 20 persen untuk pendidikan dari PAD, paling hanya sekitar Rp 8 miliar,” paparnya.

Untuk DAU dan DAK sudah ada peraturan penggunaannya dari pemerintah pusat mulai dari gaji pegawai negeri sipil, kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan sebagian kecil pendidikan. ”Jadi, sekalipun sudah otonomi, pendidikan di daerah sebetulnya masih sangat bergantung kepada kucuran anggaran Depdiknas lewat blockgrant dan dana dekonsentrasi,” katanya.

Selain anggaran dari PAD yang kurang, komitmen pemda terhadap pendidikan masih rendah. Ibarat lingkaran setan, sedikitnya PAD yang dihasilkan terkait pula dengan keterbatasan sumber daya manusia terdidik untuk mengelola potensi lokal.

Anggota Komisi X DPR lainnya dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Ruth Nida Kedang, mengatakan, pendidikan gratis perlu perhatian dari pemerintah dan pemda.

Perlu dihitung dan diklasifikasi secara rinci biaya yang diperlukan dan diperjelas porsi yang ditanggung pemerintah dan pemda sesuai kebutuhan masing-masing dan dibakukan dalam peraturan. Tanpa kejelasan aturan main tersebut, akan sulit mencapai pendidikan gratis di era otonomi daerah.

Wayan Koster menambahkan, pengelolaan anggaran diprioritaskan kepada program yang hasilnya dirasakan langsung masyarakat. ”Kegiatan yang sifatnya kepentingan birokratis, seperti rapat-rapat, sebaiknya dikurangi saja,” ujarnya. Prioritas lainnya ialah peningkatan kesejahteraan dan mutu pendidik sebagai pelaksana wajib belajar bermutu. Pemda juga harus didorong terus untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 20 persen dari APBD, terutama dari PAD. (INE)

Sumber: Harian Umum Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Write down your comment here / Tulis Komentar disini