25 Mei 2009

Kesejahteraan Pendidik - Siapa Yang Bertanggungjawab?


Nama & E-mail (Penulis): P. Rekdale

Artikel:

Artikel ini hanya ditulis untuk mengajak diskusi dan menukar pikiran tentang kesejahteraan pendidik di Indonesia. Siapa yang bertanggung jawab? Mengapa kesejahteraan guru sangat penting terhadap reformasi pendidikan?

Kelihatnya kesejahteraan guru sebagai masalah utama bukan hanya bagi 'mutu hidup' guru sendiri, tetapi yang lebih penting 'mutu pendidikan'. Sebagai contoh;
1. Beberapa kali saya mengajar guru carannya untuk membuat bahan pelajaran yang paling cocok, efektif, dan tanpa biaya, untuk digunakan di laboratorium bahasa. Sistim tersebut hanya perlu lima-belas sampai tiga-puluh minit sehari di luar jam kelas. Mereka jelas sangat tertarik untuk meningkatkan pengetahuan mereka sendiri tetapi mereka juga mengatakan bahwa sistimnya tidak akan dapat dilaksanakan oleh karena mereka harus menggunakan semua waktu di luar kelas untuk "mencari makan" (moonlighting). Berati biar kita rajin melaksanakan pentaloka, seminar, penataran, dll, (tujuannya meningkat kemampuan dan pengetahuan guru) kita jelas percuma tanpa menghadapi kesejahteraan duluan.
2. Selain waktu yang disediakan untuk menyiapkan bahan pengajaran - cara menyampaikan bahan dan perhatian pelajar juga sangat di pengaruhi. Misalnya saya sering mencontohkan 'cara mengajar secara aktif' waktu saya menjalankan kegiatan-kegiatan di sekolah SMU. Seringkali guru-guru mengatakan bahwa mereka ingin mengajar secara libih aktif tetapi kalau mereka mengajar seperti saya mencontohkan mereka akan terlalu capai untuk mengajar siswa siang di sekolah lain (atau sampai malam di rumah). Mereka sering mengaku bahwa mereka harus melaksanakan tugasnya di sekolah sambil menjaga kesehatannya, supaya dapat bekerja di tempat lain (sekali lagi masalahnya - mencari makan).

Waktu saya sebagai Konsultan Perkembangan Sekolah di Depdiknas (sampai Desember 2000) dan lagi dinas di sekolah-sekolah SMU seringkali saya diminta guru untuk menyampaikan keadaan dan kesulitan kesejahteraan guru di lapangan ke Dikmenum. Tetapi kalau mereka ditanya 'apa yang mereka sudah melasanakan untuk menunjukan masalahnya ke Dikmenum sendiri' jawabannya selalu agak sama - kami hanya guru!. Maksudnya apa 'guru tidak penting' atau 'guru tidak berhak'?

Yang perlu disebut dari awal yaitu bagian anggaran negara untuk pendidikan tidak cukup - kira-kira 4% (misalnya mutu pendidikan di Indonesia kelihatannya ketinggalan 100 tahun di banding dengan Malaysia - 25%). Inilah kewajiban Presiden dan Menteri Pendidikan. Jadi bagiamana kita di lapangan dapat menghadapkan masalah kesejahteraan?

Ada tiga pilihan dasar;

1. Menerima Status Quo
Kita terima nasibnya pendidik dan makin lama makin buruk keadaan pendidikan di negara ini. Kalau kita tidak maju kita tetap mundur oleh karena negera lain akan maju dan kita akan makin ketinggalan. Walapun gaji pendidik dapat di naikkan sedikit-sedikit pendidik masih terpaksa "moonlighting" dan mutu pendidikan dan profesionalisme pendidik akan tetap rendah. Kami dapat merasa baik hati karena masih mau membantu mendidik anak kita (walapun mengorbakan kita sendiri, generasi ini, dan generasi-generasi yang berikut karena masalahnya tidak dibereskan). Kalau kita diam dan menerima kaadaan berati kita setuju. Dengan pilihan ini yang jelas yang bertanggungjawab untuk keadaan kesejahteraan adalah pendidik sendiri.

2. Pemilu Kaki (Vote with your Feet)
Pendidik, calon pendidik dan yang berminat menjadi pendidik mencari profesi lain. Kalau di masa yang akan datang mudah-mudahan pemerintahnya akan mulai serius mengenai pendidikan dan kesejahteraan pendidik akan diperbaiki untuk menarik pengajar kembali. Dengan pilihan ini yang jelas bertanggungjawab untuk keadaan pendidikan dan kesejahteraan adalah pemerintah.

3. Meningkatkan Kesejahteraan dan Mutu Pendidikan Bersama (menurut saya pilihan yang terbaik)


http://re-searchengines.com/kesejahteraan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Write down your comment here / Tulis Komentar disini